BLORA, BLORABARU.COM – Penutupan Pabrik PT Gendhis Multi Manis (GMM) Blora milik Bulog membuat petani tebu kelimpungan.

Tanpa pabrik penggilingan, hasil panen petani tebu terancam tidak terserap, sementara musim hujan mulai menghambat proses tebang angkut.

DPRD Blora pun mendesak pemerintah dan Bulog segera mencari solusi konkret sebelum kerugian petani kian membesar.

Ketua DPRD Blora, Mustopa mengungkapkan hasil audiensi antara petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) dengan DPRD Kabupaten Blora mengungkapkan keresahan mendalam akibat berhentinya operasional Pabrik Gula (PG) GMM Blora.

Penutupan pabrik tersebut berdampak langsung terhadap ribuan petani yang kini kesulitan menjual hasil tebunya.

Bahkan, muncul kabar bahwa PG Trangkil juga berpotensi tutup, sementara sekitar 500 hektare tebu di Blora belum bisa ditebang.

“Maka dari itu ini harus ada solusi, apalagi ini musim hujan. Pemda dan DPRD sudah berdiskusi untuk mendatangkan Direktur Bulog agar ada perbaikan di tahun 2026. Saat ini baru dibahas secara internal di Bulog,” ujarnya, usai audiensi dengan APTRI di Blora. Senin, 20/10/2025.

Menurut Mustopa kerusakan broiler di Pabrik GMM juga menjadi salah satu penyebab utama berhentinya produksi.

DPRD, berharap Bulog segera memberikan jawaban terkait langkah perbaikan fasilitas tersebut.

Disampaikan Mustopa, Bulog bukan menggunakan dana APBN, melainkan murni menjalankan bisnis berbasis pembiayaan perbankan.

“Petani berharap broiler segera dibenahi. Dari hasil pembahasan, untuk memperbaiki broiler dibutuhkan anggaran sekitar Rp. 200 miliar,” sebutnya.

Dalam pertemuan itu, Mustopa menegaskan DPRD bersama APTRI juga mencari solusi darurat agar tebu yang belum ditebang tetap bisa terangkut ke pabrik.

Salah satu opsi yang diusulkan adalah menyediakan alat berat seperti jonder atau bego untuk membantu truk pengangkut tebu masuk ke lahan yang berlumpur akibat hujan.

Selain itu, ia juga mendorong adanya kerja sama antara Pabrik GMM dan PG Trangkil untuk menampung sementara hasil panen petani Blora.

Jika PG Trangkil bisa memperpanjang masa giling, maka sebagian besar tebu dari Blora dapat terserap.

DPRD Blora berharap pemerintah pusat, melalui Kementerian Pertanian dan Bulog, dapat segera mengambil langkah konkret agar petani tebu tidak menanggung kerugian lebih besar akibat berhentinya operasional pabrik di tengah musim giling.

Dalam waktu dekat ini, DPRD Blora akan memfasilitasi APTRI atau petani tebu untuk bertemu langsung dengan Menteri Pertanian dan Wamen di Jakarta.

“Kita sudah komunikasikan agar PT. GMM bisa berkoordinasi dengan Pabrik Trangkil supaya seluruh tebu di Blora bisa terselesaikan,” imbuhnya.

“Kami juga akan menjadwalkan audiensi dengan Menteri Pertanian dan Wamen, segera kami akan mengirim surat resmi agar keluh kesah petani disampaikan langsung,” pungkas politisi asli Todanan tersebut.